BANTAHAN PEMIKIR MUSLIM
TERHADAP ORIENTALIS
(KAJIAN PEMIKIRAN M. MUSTHAFA A’ZAMI)
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Orientalis
dan Hadits
Dosen
Pengampu : Dr. Hj. Umma
Farida, Lc., MA
Disusun
Oleh:
Muhajjir
Adzimiddin 1530410001
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
FAKULTAS
USHULUDDIN PROGAM STUDI ILMU HADITS
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits dalam
agama Islam menempati posisi yang kedua sebagai sumber hukum Islam, oleh karena
itu keberadaan hadits sangat sentral sebagai realisasi ajaran Islam yang
terkandung dalam al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hadits memiliki tiga fungsi
utama yang berhubungan dengan al-Quran, yaitu bayan ta’qid terhadap
ketentuan yang ada dalam al-Quran, bayan tafsir sebagai penjelas
terhadap kemujmalan al-Quran, dan bayan tasyri’ sebagai hukum sendiri
yang tidak ada dalam al-Quran.
Sentralnya
keberadaan hadits nabi membuat banyak penelitian dan kajian-kajian yang
dilakukan ulama-ulama hadits untuk menentukan dan mengetahui kualitas hadits
yang berhubungan dengan kehujahan hadits tersebut. Ternyata bukan hanya orang
muslim, banyak musuh-musuh Islam seperti para orientalis, yang berupaya
meruntuhkan ajaran Islam dengan cara meneliti hadits yang bertujuan untuk
meragukan dasar-dasar validitas hadits sebagai dalil.
Sebelumnya para
orientalis mengkaji Islam hanya pada meteri-materi keislaman secara umum,
seperti bidang sastra dan sejarah. Sampai pada masa belakangan ini mereka mulai
tertarik dengan kajian Hadits Nabawi.
Studi mereka
yang berasal dari Barat tentang hadits sangat berbeda dengan studi di Timur
Tengah. Studi hadits di Timur Tengah dan juga di Indonesia menekankan pada
bagaimana seseorang melakukan takhrij hadits dan syarh
(penjelasan) hadits sehingga dapat diketahui keasliannya dan kandungan makna
dari hadits tersebut.
Adapun di
Barat, studi mereka menitik beratkan bagaimana melakukan penanggalan hadits
untuk menaksir sejarahnya dan bagaimana melakukan membangun sejarah terhadap
peristiwa yang terjadi pada masa awal Islam.Model studi orientalis Barat
kebanyakan berupa kritik sejarah, dalam bidang hadits setidaknya ada tiga orang
kalangan orientalis sebagai tokoh Hadits Critism (kritik hadits) adalah
Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, dan G.H.A Juynboll.
Dalam makalah
ini akan membahas tentang apa pengertian hadits menurut orientalis, pandangan
orientalis terhadap hadits tersebut dan bantahan ilmuan hadits terhadap kritik
hadits yang dilakukan orientalis
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi M. Musthafa A’zami ?
2.
Bagaimana bantahan M. Musthafa A’zami
terhadap argumen dan karya-
karya orientalis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi M.
Musthafa Azami
Pada tahun 1932 di kota Mano[1], Azamgard Uttar Pradesh, India lahirlah seorang anak
laki-laki yang akan menjadi pemikir besar. Namanya adalah Muhammad Musthafa
Azami, dalam bahasa arab biasa di tulis al-A’zami.[2] Putra Abd. Al-Rahman dan Ayesha ini dilahirkan dalam
keluarga yang sederhana yang cinta terhadap ilmu. Walaupun selang dua tahun
seteleh kelahirannya ibunya pergi meninggal dunia, hal tersebut tidak
mengganggu pertumbuhannya.
Ayah al-A’zami adalah seseorang yang sangat membenci
penjajah, beliau tidak suka dengan para penjajah, baik orang dan bahasa
keseharian mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor keberlangsungan pendidikan
al-A’zami untuk bersekolah di sekolah yang mengutamakan ilmu keagamaan dan
berbasa arab.[3]
Setelah lulus SLTA, al-A’zami melanjutkan perjalanan
keilmuannya ke Dar al-Ulum[4] di Deoband. Perguruan tinggi ini adalah perguruan tinggi
terbesar di India yang juga mengajarkan studi islam (Islamic Studies). Dengan
ketekunan dan keuletannya, akhirnya pada tahun 1952 al-A’zami lulus dari sana
dan melanjutkan rihlah ilmiyyah nya di Fakultas Bahasa Arab, jurusan
Tadris (Pengajaran) Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir dan lulus tahun 1955
dengan ijazah ‘Alimiyyah Universitas al-Azhar dan pada tahun ini pula al-A’zami
pulang ke tanah airnya.
Maha benar Allah Azza Wajalla dengan segala
firmannya yang telah berjanji mengangkat derajat seseorang yang mempunyai ilmu
hingga akhirnya tahun 1956 al-A’zami diangkat sebagai dosen bahasa arab untuk
orang-orang non-arab di Qatar. Seakan ditimpa berlian, pada tahun berikutnya,
tahun 1957 al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan nasional Qatar (Dar
al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan di kampus, al-A’zami
melanjutkan kuliahnya di Aligarth University.
Kebetulan Aligarth University tengah membangun kerjasama
yang baik dengan Cambridge University, Inggris. Akhirnya mengantarkan al-A’zami
menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge University tahun 1966 dengan
disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature Witha Critical
Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits Masa Dini
dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno).`
Karya
al-A'zami juga ini juga di terjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh KH. Dr.
Ali Musthafa Yaqub, dengan
terbitan Pustaka Firdaus, Jakarta. Setelah selesai di Inggris, al-A'zami pun kembali ke Qatar untuk
melaksanakan apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya yaitu menjadi sekretaris
Perpustakaan Nasional.[5]
Selama
menempuh pendidikan di barat, al-A'zami
mempelajari banyaknkeilmuan, terkhusus tentang pemikiran-pemikiran yang
berkembang disana. Al-A'zami menyadari bahwa sangat banyak sekali orientalis
(footnote penjelasan) yang mencoba meruntuhkan pondasi orang-orang islam
terhadap keyakinannya kepada Hadis Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi
wasallam. Salah satu sorotan al-A'zami
adalah pemikiran Joseph Schacht atas sunber yang berkembang di dunia islam dan
dirumuskan dalam judul disertasinya.[6]
Tahun
1968, putra Abd al Rahman ini memberhentikan dirinya dari jabatan sekretaris perpustakaan
nasional dan beralih mengajar di Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Syariah dan
Studi Islam, Universitas King 'Abd al-Aziz (Umm al-Qura) Makkah al-Mukarromah. Sejarah mencatat bahwa al-A'zami dan
al-Marhum Dr. Amin al-Mishri adalah tokoh yang ikut andil dalam pendirian
fakuktas tersebut. Setelah 5 tahun
menjabat disana, al-A'zami pindah ke
Riyadh untuk menjadi Pengajar di Departemen Studi Islam, Fakuktas Tarbiyyah, Universitas Riyadh
(sekarang bernama Universitas King Sa'ud). Dikota Riyadh ini namanya mulai
melejit dan muncul kepermukaan, hal ini
terjadi setelah al-A'zami berhasil memenangkan hadiah Internasional Raja
Faisal. Dan setelahnya al-A'zami tinggal
di Perumahan Dosen Universitas King Sa'ud, Riyadh. Sebagai Guru Besar Hadis dan
Ilmu Hadis di Universitas tersebut.[7] Di
Universitas ini pula al-A'zami bertemu dengan ulama hadis asli Indonesia yang
bernama Dr. Ali Musthafa Yaqub sebagai guru dan murid, disinilah ulama
indonesia ini diberi amanah untuk menterjemahkan karya-karya al-A'zami.[8]
Untuk mempermudah hal diatas, maka penulis membuat tabel
sebagai berikut:
No
|
Tahun
|
Keterangan
|
1
|
1932
|
M. Musthafa Azami lahir
|
2
|
1934
|
Ibu al-A’zami meninggal dunia
|
3
|
1952
|
Lulus dari Chollege of Science, Deoband dan melanjutkan
rihlah ilmiyyah nya di Fakultas Bahasa Arab, jurusan Tadris
(Pengajaran) Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir
|
4
|
1955
|
Lulus dari al-Azhar dengan ijazah ‘Alimiyyah
Universitas al-Azhar dan pada tahun ini pula al-A’zami pulang ke tanah
airnya.
|
5
|
1956
|
al-A’zami diangkat sebagai dosen bahasa arab untuk
orang-orang non-arab di Qatar
|
6
|
1957
|
al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan
nasional Qatar (Dar al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan
di kampus, al-A’zami melanjutkan kuliahnya di Aligarth University.
|
7
|
1966
|
menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge
University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith
Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar
Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno).
|
8
|
1968
|
Memberhentikan
dirinya dari jabatan sekretaris perpustakaan nasional dan beralih mengajar di
Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Syariah dan Studi Islam, Universitas King
'Abd al-Aziz (Umm al-Qura) Makkah
al-Mukarromah.
|
Karya-karya al-A'zami
Adapun karya-karya al-A'zami yang dapat
dikemukakan antara lain :
1.
Studies
in Early
Hadith Literatur.
2.
Hadith Methodology dan
Literaturnya, On Schact's Origin of Muhammadan Jurisprudence.
3.
Dirasat
fi al-Hadits an-Nabawi, Kuttab an-Nabi, Manhaj an-Naqd 'ind al-'Illal
Muhadditsin, dan al-Muhadditsin min al-Yamamah
4.
Al-'Illah of Ibn al-Madani, kitab at-Tamyiz of Imam Muslim, Maghazi Rosululah of 'Urwah bin Zubayr,
Muwatta Imam Malik, Sahih ibn Khuzaimah
dan Sunan Ibn Majah.[9]
B.
Bantahan M. Musthafa A’zami terhadap argumen dan karya- karya orientalis
Kritikan
terhadap hadits dari kalangan orientalis tidak membuat ulama Islam berdiam
diri, setidaknya ada tiga ulama kontemporer yang menangkal teori-teori ketiga
orientalis di atas, mereka adalah Prof. Dr. Musthofa as Siba’iy dalam bukunya
as Sunnah wa Makanatuha fi at Tasyri’il Islam, Prof. Dr. ‘Ajjaj al Khatib
dalam bukunya as Sunnah Qabla Tadwin, dan Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami dalam
bukunya Studies in Early Hadith Literature.
Bantahan dari ulama-ulama tersebut,
terutama Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami yang telah menelanjangi para
orientalis sampai mereka tidak berkutik karena argument-argument yang
disampaikannya benar dan valid sebagai berikut:
a.
Bantahan untuk
Ignaz Goldziher
Pendapat Goldziher
bahwa hadits belum menjadi dokumen sejarah yang ada pada masa-masa awal
peertumbuhan Islam disanggah oleh beberapa pakar hadits. Mereka itu di
antaranya : Prof. Dr. Musthofa as Siba’iy (as Sunnah wa Makanatuha fi at
Tasyri’il Islam) Prof. Dr. ‘Ajjaj al Khatib (as Sunnah Qabla Tadwin) dan Prof.
Dr. M. Musthofa al Azhami (Studies in Early Hadith Literature). Menurut ketiga
ulama ini pendapat Goldziher lemah baik dari sisi metodologisnya maupun
kebenaran materi sejarahnya. Alasan mereka adalah karena ketidaktahuan mereka
(kekurang percayaan) pada bukti-bukti sejarah.
Sisi metodologi
yang dikritik Azami adalah kesalahan orientalis yang tidak konsisten dalam
mendiskusikakan perkembangan hadis Nabi yang berkaitan dengan hukum, sebab
bukunya memfokuskan diri pada masalah hukum, mereka malah memasukkan
hadis-hadits ritual/ibadah.
Argumen lain yang juga dapat
meruntuhkan teori Goldziher adalah teks hadis itu sendiri. Sebagaimana
termaktub dalam kitab Shahih Bukhari, hadis tersebut tidak memberikan isyarat apapun
yang bisa menunjukkan bahwa ibadah haji dapat dilakukan di al-Quds (Yurussalem)
yang ada hanya isyarat pemberian keistimewaan kepada masjid al Aqsha, dan hal
ini wajar mengingat masjid itu pernah dijadikan qiblat pertama bagi ummat
islam. Sementara itu tawaran Goldziher agar hadis tidak semata-mata didekati
lewat perspektif sanad akan tetapi juga lewat kritik matan, perlu dicermati.
Sebenarnya semenjak awal para sahabat dan generasi sesudahnya sudah
mempraktekkan metode kritik matan. Penjelasan argumentatif telah disajikan oleh
Subkhi as Shalih bahwa ulama dalam mengkaji hadis juga bertumpu pada matan.[10]
b.
Bantahan untuk
Josep Schacht
Menurut Azami
kekeliruan Schacht adalah bahwa dia keliru ketika menjadikan kitab-kitab sirah
Nabi dan kitab-kitab fiqh sebagai asumsi penyusunan teorinya. Dalam rangka
meruntuhkan teorinya Schacht telah melakukan penelitian terhadap beberapa
naskah hadits dengan sanad Abu Hurairah, Abu Shalih, dan Suhail, yang ternyata
dari hasil kajiannya sangat mustahil hadis bisa dipalsukan begitu saja.
Di samping itu
Azami membuktikan bahwa tidak adanya sebuah hadis pada masa kemudian, padahal
pada masa-masa awal hadis itu dicatat oleh perawi, disebabkan pengarangnya
menghapus/menasakh hadis tersebut, sehingga ia tidak menulisnya dalam karya-karya
terbaru. Ketidakkonsistenan Schacht terbukti ketika dia mengkritik hadis-hadis
hukum adalah palsu, ternyata ia mendasarkan teorinya itu pada hadis-hadis
ritual (ibadah) yang jika diteliti lebih dalam lagi ternyata tidak bersambung
ke Nabi.
Membantah teori
yang meneliti dari aspek sejarah, maka M.M. Azami membantah teori Schacht ini
juga melalui penelitian sejarah, khususnya sejarah Hadis. Azami melakukan
penelitian khusus tentang Hadis-hadis Nabi yang terdapat dalam naskah-naskah
klasik. Di antaranya adalah naskah milik Suhail bin Abi Shaleh (w.138 H).
Dengan demikian
apa yang dikembangkan oleh Schacht dengan teorinya Projecting Back, yang
mengemukakan bahwa sanad Hadis itu baru terbentuk belakangan dan merupakan
pelegitimasian pendapat para qadhi dalam menetapkan suatu hukum, adalah masih
dipertanyakan keabsahannya, hal ini dibantah oleh Azami dengan penelitiannya
bahwa sanad Hadis itu memang muttashil sampai kepada Rasulullah Saw.
melalui jalur-jalur yang telah disebutkan di atas. Dan membuktikan juga bahwa
Hadis-hadis yang berkembang sekarang bukanlah buatan para generasi terdahulu,
tetapi merupakan perbuatan atau ucapan yang datang dari Rasul Saw. sebagai
seorang Nabi dan panutan umat Islam.
c. Bantahan untuk G.H.A Juynboll
Tokoh ketiga
yang tak luput dari perbincangan para sarjana muslim adalah Jyunboll dengan
teori common link-nya. Diantara yang menanggapinya adalah Azami, baginya teori
common link bukanlah hanya patut dipertanyakan namun ia pula meragukan
validitas teori tersebut. Azami cenderung manyimpulkan bahwa metode common
link dan semua metode yang dihasilkannya tidak relevan.
Bagi Azami, teori common link banyak
yang perlu dipertanyakan. Misalnya, jika memang ditemukan seorang periwayat
seperti al-Zuhri, yang menjadi periwayat satu-satunya yang meriwayatkan hadis
pada muridnya, tetapi telah diakui ke-tsiqah-an dirinya oleh para kritikus
hadis maka tidak ada alasan untuk menuduhnya sebagai seorang yang memalsukan
hadis. Para ahli hadis sendiri telah menyadari adanya periwayatan hadis secara
infirad (menyendiri) dan implikasinya. Akan tetapi, itu semua bergantung pada
kualitas para periwayat hadis pada isnad-nya.
Pada tempat
lain, Azami menunjukkan bahwa jika seseorang tidak melihat secara keseluruhan
jalur isnad maka ia akan salah dalam mengidentifikasi seorang periwayat sebagai
common link. Hal ini tentunya agar penemuan akan sanad hadis itu tidak parsial.
Sebab, bisa jadi yang dianggap oleh peneliti hadis sebagai common link
sebenarnya hanya seeming atau artificial common link. Ini disebabkan karena
jalur yang dihimpun hanya sebagian saja sehingga tidak bisa menggambarkan jalur
isnad secara lebih akurat.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tahun 1932 M.
Musthafa al-A’zami lahir di India, melakukan rihlah setelah SLTA di Fakultas Bahasa Arab, jurusan Tadris (Pengajaran)
Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir. Setalah itu al-A’zami kembali ke India dan
menjabat sebagai sekretaris Perpustakaan Nasional (Dar al-Kutub al-Qatriyyah).
al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan nasional Qatar (Dar
al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan di kampus, al-A’zami
melanjutkan kuliahnya di Aligarth University. menyeselaikan progam Dokto atau
Ph.D di Cambridge University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early
Hadith Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian
Seputar Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno).
Kemudian memberhentikan dirinya dari jabatan
sekretaris perpustakaan nasional dan beralih mengajar di Fakultas Pasca
Sarjana, Jurusan Syariah dan Studi Islam, Universitas King 'Abd al-Aziz (Umm
al-Qura) Makkah al-Mukarromah.
2.
Selain melakukan perjalanan
ilmu yang luar biasa. Beliau juga membuat sebuah penelitian yang berjudul menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge
University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature
Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits
Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno). Isinya adalah sebuah
bantahan-bantahan terhadap orientalis yang memojokkan sumber hukum yang kedua,
yaitu hadits. Orientalis yang dibalas argumennya adalah G.H.A Juynboll, Josep Schacht dan Ignaz Goldziher.
DAFTAR PUSTAKA
Yaqub, Ali
Mustofa, Imam Bukhori dan Metodologi kritik dalam Ilmu Hadits, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1991.
Makalah “Kajian
Sanad Hadis, antara Joseph Schacht dan M.M. A’dhami” oleh Zailani, M.Ag
Umaiyatus Syarifah, Kontribusi Muhammad Musthafa Azami
dalam Pemikiran Hadits (Counter atas Kritik Orientalis), Jurnal Ulul Albab
Vol. 15 No. 2 tahun 2014, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/2728/pdf
Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami terhadap
Pemikiran Ignaz Goldziher tentang Kritik Matan Hadits, Skripsi, UIN Riau,
tahun 2010, http://repository.uin-suska.ac.id/10449/
College of Science. Lihat Kamaruddin, Kritik M.
Mustafa Azami Terhadap Pemikiran Para Orientalis tentang Hadis Rosulullah,
Jurnal al-Tahrir Vol. 11 No. 1 tahun 2011, http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/33/35
[1] Ada yang menyebutkan di kota Mau Nath Bhanjan. Lihat Umaiyatus Syarifah, Kontribusi
Muhammad Musthafa Azami dalam Pemikiran Hadits (Counter atas Kritik
Orientalis), Jurnal Ulul Albab Vol. 15 No. 2 tahun 2014 Hal. 223, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/2728/pdf
di unduh 21 November 2017 pukul 07.59
WIB
[3] Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami terhadap Pemikiran Ignaz
Goldziher tentang Kritik Matan Hadits, Skripsi, UIN Riau, tahun 2010, Hal.
20, http://repository.uin-suska.ac.id/10449/
di unduh 29 November 2017 pukul 13.15
WIB
[4] Ada yang menyebutkan dengan istilah College of Science. Lihat Kamaruddin, Kritik
M. Mustafa Azami Terhadap Pemikiran Para Orientalis tentang Hadis Rosulullah,
Jurnal al-Tahrir Vol. 11 No. 1 tahun 2011 Hal. 220, http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/33/35
di unduh 21 November 2017 pukul 07.56 WIB
[11] H. Ali Mustofa Yaqub,
MA, Imam Bukhori dan Metodologi kritik dalam Ilmu Hadits, (Jakarta:
Pustaka Firdaus), 1991, hal. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar