Rabu, 05 Desember 2018

BANTAHAN PEMIKIR MUSLIM TERHADAP ORIENTALIS (KAJIAN PEMIKIRAN M. MUSTHAFA A’ZAMI)

BANTAHAN PEMIKIR MUSLIM
TERHADAP ORIENTALIS
(KAJIAN PEMIKIRAN M. MUSTHAFA A’ZAMI)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Orientalis dan Hadits
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Umma Farida, Lc., MA

 
Disusun Oleh:
Muhajjir Adzimiddin            1530410001







 
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
FAKULTAS USHULUDDIN PROGAM STUDI ILMU HADITS
TAHUN 2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadits dalam agama Islam menempati posisi yang kedua sebagai sumber hukum Islam, oleh karena itu keberadaan hadits sangat sentral sebagai realisasi ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hadits memiliki tiga fungsi utama yang berhubungan dengan al-Quran, yaitu bayan ta’qid terhadap ketentuan yang ada dalam al-Quran, bayan tafsir sebagai penjelas terhadap kemujmalan al-Quran, dan bayan tasyri’ sebagai hukum sendiri yang tidak ada dalam al-Quran.
Sentralnya keberadaan hadits nabi membuat banyak penelitian dan kajian-kajian yang dilakukan ulama-ulama hadits untuk menentukan dan mengetahui kualitas hadits yang berhubungan dengan kehujahan hadits tersebut. Ternyata bukan hanya orang muslim, banyak musuh-musuh Islam seperti para orientalis, yang berupaya meruntuhkan ajaran Islam dengan cara meneliti hadits yang bertujuan untuk meragukan dasar-dasar validitas hadits sebagai dalil.
Sebelumnya para orientalis mengkaji Islam hanya pada meteri-materi keislaman secara umum, seperti bidang sastra dan sejarah. Sampai pada masa belakangan ini mereka mulai tertarik dengan kajian Hadits Nabawi.
Studi mereka yang berasal dari Barat tentang hadits sangat berbeda dengan studi di Timur Tengah. Studi hadits di Timur Tengah dan juga di Indonesia menekankan pada bagaimana seseorang melakukan takhrij hadits dan syarh (penjelasan) hadits sehingga dapat diketahui keasliannya dan kandungan makna dari hadits tersebut.
Adapun di Barat, studi mereka menitik beratkan bagaimana melakukan penanggalan hadits untuk menaksir sejarahnya dan bagaimana melakukan membangun sejarah terhadap peristiwa yang terjadi pada masa awal Islam.Model studi orientalis Barat kebanyakan berupa kritik sejarah, dalam bidang hadits setidaknya ada tiga orang kalangan orientalis sebagai tokoh Hadits Critism (kritik hadits) adalah Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, dan G.H.A Juynboll.
Dalam makalah ini akan membahas tentang apa pengertian hadits menurut orientalis, pandangan orientalis terhadap hadits tersebut dan bantahan ilmuan hadits terhadap kritik hadits yang dilakukan orientalis

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi M. Musthafa Azami ?
2.      Bagaimana bantahan M. Musthafa Azami terhadap argumen dan karya- karya orientalis ?





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi M. Musthafa Azami
Pada tahun 1932 di kota Mano[1], Azamgard Uttar Pradesh, India lahirlah seorang anak laki-laki yang akan menjadi pemikir besar. Namanya adalah Muhammad Musthafa Azami, dalam bahasa arab biasa di tulis al-A’zami.[2] Putra Abd. Al-Rahman dan Ayesha ini dilahirkan dalam keluarga yang sederhana yang cinta terhadap ilmu. Walaupun selang dua tahun seteleh kelahirannya ibunya pergi meninggal dunia, hal tersebut tidak mengganggu pertumbuhannya.
Ayah al-A’zami adalah seseorang yang sangat membenci penjajah, beliau tidak suka dengan para penjajah, baik orang dan bahasa keseharian mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor keberlangsungan pendidikan al-A’zami untuk bersekolah di sekolah yang mengutamakan ilmu keagamaan dan berbasa arab.[3]
Setelah lulus SLTA, al-A’zami melanjutkan perjalanan keilmuannya ke Dar al-Ulum[4] di Deoband. Perguruan tinggi ini adalah perguruan tinggi terbesar di India yang juga mengajarkan studi islam (Islamic Studies). Dengan ketekunan dan keuletannya, akhirnya pada tahun 1952 al-A’zami lulus dari sana dan melanjutkan rihlah ilmiyyah nya di Fakultas Bahasa Arab, jurusan Tadris (Pengajaran) Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir dan lulus tahun 1955 dengan ijazah ‘Alimiyyah Universitas al-Azhar dan pada tahun ini pula al-A’zami pulang ke tanah airnya.
Maha benar Allah Azza Wajalla dengan segala firmannya yang telah berjanji mengangkat derajat seseorang yang mempunyai ilmu hingga akhirnya tahun 1956 al-A’zami diangkat sebagai dosen bahasa arab untuk orang-orang non-arab di Qatar. Seakan ditimpa berlian, pada tahun berikutnya, tahun 1957 al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan nasional Qatar (Dar al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan di kampus, al-A’zami melanjutkan kuliahnya di Aligarth University.
Kebetulan Aligarth University tengah membangun kerjasama yang baik dengan Cambridge University, Inggris. Akhirnya mengantarkan al-A’zami menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge University tahun 1966 dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno).`
Karya al-A'zami juga ini juga di terjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh KH.  Dr.  Ali Musthafa Yaqub,  dengan terbitan Pustaka Firdaus,  Jakarta.  Setelah selesai di Inggris,  al-A'zami pun kembali ke Qatar untuk melaksanakan apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya yaitu menjadi sekretaris Perpustakaan Nasional.[5]
Selama menempuh pendidikan di barat,  al-A'zami mempelajari banyaknkeilmuan, terkhusus tentang pemikiran-pemikiran yang berkembang disana. Al-A'zami menyadari bahwa sangat banyak sekali orientalis (footnote penjelasan) yang mencoba meruntuhkan pondasi orang-orang islam terhadap keyakinannya kepada Hadis Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.  Salah satu sorotan al-A'zami adalah pemikiran Joseph Schacht atas sunber yang berkembang di dunia islam dan dirumuskan dalam judul disertasinya.[6]
Tahun 1968, putra Abd al Rahman ini memberhentikan dirinya dari jabatan sekretaris perpustakaan nasional dan beralih mengajar di Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Syariah dan Studi Islam, Universitas King 'Abd al-Aziz (Umm al-Qura)  Makkah al-Mukarromah.  Sejarah mencatat bahwa al-A'zami dan al-Marhum Dr. Amin al-Mishri adalah tokoh yang ikut andil dalam pendirian fakuktas tersebut.  Setelah 5 tahun menjabat disana,  al-A'zami pindah ke Riyadh untuk menjadi Pengajar di Departemen Studi Islam,  Fakuktas Tarbiyyah, Universitas Riyadh (sekarang bernama Universitas King Sa'ud). Dikota Riyadh ini namanya mulai melejit dan muncul kepermukaan,  hal ini terjadi setelah al-A'zami berhasil memenangkan hadiah Internasional Raja Faisal.  Dan setelahnya al-A'zami tinggal di Perumahan Dosen Universitas King Sa'ud, Riyadh. Sebagai Guru Besar Hadis dan Ilmu Hadis di Universitas tersebut.[7] Di Universitas ini pula al-A'zami bertemu dengan ulama hadis asli Indonesia yang bernama Dr. Ali Musthafa Yaqub sebagai guru dan murid, disinilah ulama indonesia ini diberi amanah untuk menterjemahkan karya-karya al-A'zami.[8]
Untuk mempermudah hal diatas, maka penulis membuat tabel sebagai berikut:
No
Tahun
Keterangan
1
1932
M. Musthafa Azami lahir
2
1934
Ibu al-A’zami meninggal dunia
3
1952
Lulus dari Chollege of Science, Deoband dan melanjutkan rihlah ilmiyyah nya di Fakultas Bahasa Arab, jurusan Tadris (Pengajaran) Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir
4
1955
Lulus dari al-Azhar dengan ijazah ‘Alimiyyah Universitas al-Azhar dan pada tahun ini pula al-A’zami pulang ke tanah airnya.

5
1956
al-A’zami diangkat sebagai dosen bahasa arab untuk orang-orang non-arab di Qatar
6
1957
al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan nasional Qatar (Dar al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan di kampus, al-A’zami melanjutkan kuliahnya di Aligarth University.
7
1966
menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno).
8
1968
Memberhentikan dirinya dari jabatan sekretaris perpustakaan nasional dan beralih mengajar di Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Syariah dan Studi Islam, Universitas King 'Abd al-Aziz (Umm al-Qura)  Makkah al-Mukarromah.

Karya-karya al-A'zami
Adapun karya-karya al-A'zami yang dapat dikemukakan antara lain :
1.    Studies in Early Hadith Literatur.
2.    Hadith Methodology dan Literaturnya, On Schact's Origin of Muhammadan Jurisprudence.
3.    Dirasat fi al-Hadits an-Nabawi, Kuttab an-Nabi, Manhaj an-Naqd 'ind al-'Illal Muhadditsin, dan al-Muhadditsin min al-Yamamah
4.    Al-'Illah of Ibn al-Madani,  kitab at-Tamyiz of Imam Muslim,  Maghazi Rosululah of 'Urwah bin Zubayr, Muwatta Imam Malik,  Sahih ibn Khuzaimah dan Sunan Ibn Majah.[9]


B.     Bantahan M. Musthafa A’zami terhadap argumen dan karya- karya orientalis
Kritikan terhadap hadits dari kalangan orientalis tidak membuat ulama Islam berdiam diri, setidaknya ada tiga ulama kontemporer yang menangkal teori-teori ketiga orientalis di atas, mereka adalah Prof. Dr. Musthofa as Siba’iy dalam bukunya as Sunnah wa Makanatuha fi at Tasyri’il Islam,  Prof. Dr. ‘Ajjaj al Khatib dalam bukunya as Sunnah Qabla Tadwin, dan Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami dalam bukunya Studies in Early Hadith Literature.
Bantahan dari ulama-ulama tersebut, terutama Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami yang telah menelanjangi para orientalis sampai mereka tidak berkutik karena argument-argument yang disampaikannya benar dan valid sebagai berikut:
a.      Bantahan untuk Ignaz Goldziher
Pendapat Goldziher bahwa hadits belum menjadi dokumen sejarah yang ada pada masa-masa awal peertumbuhan Islam disanggah oleh beberapa pakar hadits. Mereka itu di antaranya : Prof. Dr. Musthofa as Siba’iy (as Sunnah wa Makanatuha fi at Tasyri’il Islam) Prof. Dr. ‘Ajjaj al Khatib (as Sunnah Qabla Tadwin) dan Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami (Studies in Early Hadith Literature). Menurut ketiga ulama ini pendapat Goldziher lemah baik dari sisi metodologisnya maupun kebenaran materi sejarahnya. Alasan mereka adalah karena ketidaktahuan mereka (kekurang percayaan) pada bukti-bukti sejarah.
Sisi metodologi yang dikritik Azami adalah kesalahan orientalis yang tidak konsisten dalam mendiskusikakan perkembangan hadis Nabi yang berkaitan dengan hukum, sebab bukunya memfokuskan diri pada masalah hukum, mereka malah memasukkan hadis-hadits ritual/ibadah.
Argumen lain yang juga dapat meruntuhkan teori Goldziher adalah teks hadis itu sendiri. Sebagaimana termaktub dalam kitab Shahih Bukhari, hadis tersebut tidak memberikan isyarat apapun yang bisa menunjukkan bahwa ibadah haji dapat dilakukan di al-Quds (Yurussalem) yang ada hanya isyarat pemberian keistimewaan kepada masjid al Aqsha, dan hal ini wajar mengingat masjid itu pernah dijadikan qiblat pertama bagi ummat islam. Sementara itu tawaran Goldziher agar hadis tidak semata-mata didekati lewat perspektif sanad akan tetapi juga lewat kritik matan, perlu dicermati. Sebenarnya semenjak awal para sahabat dan generasi sesudahnya sudah mempraktekkan metode kritik matan. Penjelasan argumentatif telah disajikan oleh Subkhi as Shalih bahwa ulama dalam mengkaji hadis juga bertumpu pada matan.[10]

b.      Bantahan untuk Josep Schacht
Menurut Azami kekeliruan Schacht adalah bahwa dia keliru ketika menjadikan kitab-kitab sirah Nabi dan kitab-kitab fiqh sebagai asumsi penyusunan teorinya. Dalam rangka meruntuhkan teorinya Schacht telah melakukan penelitian terhadap beberapa naskah hadits dengan sanad Abu Hurairah, Abu Shalih, dan Suhail, yang ternyata dari hasil kajiannya sangat mustahil hadis bisa dipalsukan begitu saja.
Di samping itu Azami membuktikan bahwa tidak adanya sebuah hadis pada masa kemudian, padahal pada masa-masa awal hadis itu dicatat oleh perawi, disebabkan pengarangnya menghapus/menasakh hadis tersebut, sehingga ia tidak menulisnya dalam karya-karya terbaru. Ketidakkonsistenan Schacht terbukti ketika dia mengkritik hadis-hadis hukum adalah palsu, ternyata ia mendasarkan teorinya itu pada hadis-hadis ritual (ibadah) yang jika diteliti lebih dalam lagi ternyata tidak bersambung ke Nabi.
Membantah teori yang meneliti dari aspek sejarah, maka M.M. Azami membantah teori Schacht ini juga melalui penelitian sejarah, khususnya sejarah Hadis. Azami melakukan penelitian khusus tentang Hadis-hadis Nabi yang terdapat dalam naskah-naskah klasik. Di antaranya adalah naskah milik Suhail bin Abi Shaleh (w.138 H).
Dengan demikian apa yang dikembangkan oleh Schacht dengan teorinya Projecting Back, yang mengemukakan bahwa sanad Hadis itu baru terbentuk belakangan dan merupakan pelegitimasian pendapat para qadhi dalam menetapkan suatu hukum, adalah masih dipertanyakan keabsahannya, hal ini dibantah oleh Azami dengan penelitiannya bahwa sanad Hadis itu memang muttashil sampai kepada Rasulullah Saw. melalui jalur-jalur yang telah disebutkan di atas. Dan membuktikan juga bahwa Hadis-hadis yang berkembang sekarang bukanlah buatan para generasi terdahulu, tetapi merupakan perbuatan atau ucapan yang datang dari Rasul Saw. sebagai seorang Nabi dan panutan umat Islam.

c.       Bantahan untuk G.H.A Juynboll
Tokoh ketiga yang tak luput dari perbincangan para sarjana muslim adalah Jyunboll dengan teori common link-nya. Diantara yang menanggapinya adalah Azami, baginya teori common link bukanlah hanya patut dipertanyakan namun ia pula meragukan validitas teori tersebut. Azami cenderung manyimpulkan bahwa metode common link dan semua metode yang dihasilkannya tidak relevan.
Bagi Azami, teori common link banyak yang perlu dipertanyakan. Misalnya, jika memang ditemukan seorang periwayat seperti al-Zuhri, yang menjadi periwayat satu-satunya yang meriwayatkan hadis pada muridnya, tetapi telah diakui ke-tsiqah-an dirinya oleh para kritikus hadis maka tidak ada alasan untuk menuduhnya sebagai seorang yang memalsukan hadis. Para ahli hadis sendiri telah menyadari adanya periwayatan hadis secara infirad (menyendiri) dan implikasinya. Akan tetapi, itu semua bergantung pada kualitas para periwayat hadis pada isnad-nya.
Pada tempat lain, Azami menunjukkan bahwa jika seseorang tidak melihat secara keseluruhan jalur isnad maka ia akan salah dalam mengidentifikasi seorang periwayat sebagai common link. Hal ini tentunya agar penemuan akan sanad hadis itu tidak parsial. Sebab, bisa jadi yang dianggap oleh peneliti hadis sebagai common link sebenarnya hanya seeming atau artificial common link. Ini disebabkan karena jalur yang dihimpun hanya sebagian saja sehingga tidak bisa menggambarkan jalur isnad secara lebih akurat.[11]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Tahun 1932 M. Musthafa al-A’zami lahir di India, melakukan rihlah setelah SLTA di Fakultas Bahasa Arab, jurusan Tadris (Pengajaran) Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir. Setalah itu al-A’zami kembali ke India dan menjabat sebagai sekretaris Perpustakaan Nasional (Dar al-Kutub al-Qatriyyah). al-A’zami diamanahi menjadi sekretaris perpustakaan nasional Qatar (Dar al-Kutub al-Qatriyyah). Bersamaan dengan kegiatan di kampus, al-A’zami melanjutkan kuliahnya di Aligarth University. menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno). Kemudian memberhentikan dirinya dari jabatan sekretaris perpustakaan nasional dan beralih mengajar di Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Syariah dan Studi Islam, Universitas King 'Abd al-Aziz (Umm al-Qura)  Makkah al-Mukarromah.
2.      Selain melakukan perjalanan ilmu yang luar biasa. Beliau juga membuat sebuah penelitian yang berjudul menyeselaikan progam Dokto atau Ph.D di Cambridge University dengan disertasi yang berjudul Studies in Early Hadith Literature Witha Critical Edition of Some Early Texts (Kajian Seputar Literatur Hadits Masa Dini dengan Kritikan- Edisi Sejumlah Naskah Kuno). Isinya adalah sebuah bantahan-bantahan terhadap orientalis yang memojokkan sumber hukum yang kedua, yaitu hadits. Orientalis yang dibalas argumennya adalah G.H.A Juynboll, Josep Schacht dan Ignaz Goldziher.




DAFTAR PUSTAKA

Yaqub, Ali Mustofa, Imam Bukhori dan Metodologi kritik dalam Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.
Makalah “Kajian Sanad Hadis, antara Joseph Schacht dan M.M. A’dhami” oleh Zailani, M.Ag
Umaiyatus Syarifah, Kontribusi Muhammad Musthafa Azami dalam Pemikiran Hadits (Counter atas Kritik Orientalis), Jurnal Ulul Albab Vol. 15 No. 2 tahun 2014, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/2728/pdf
Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher tentang Kritik Matan Hadits, Skripsi, UIN Riau, tahun 2010, http://repository.uin-suska.ac.id/10449/
College of Science. Lihat Kamaruddin, Kritik M. Mustafa Azami Terhadap Pemikiran Para Orientalis tentang Hadis Rosulullah, Jurnal al-Tahrir Vol. 11 No. 1 tahun 2011, http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/33/35









[1] Ada yang menyebutkan di kota Mau Nath Bhanjan. Lihat Umaiyatus Syarifah, Kontribusi Muhammad Musthafa Azami dalam Pemikiran Hadits (Counter atas Kritik Orientalis), Jurnal Ulul Albab Vol. 15 No. 2 tahun 2014 Hal. 223, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/2728/pdf  di unduh 21 November 2017 pukul 07.59 WIB
[2] Untuk selanjutnya penulis akan menuliskan dengan al-A’zami.
[3] Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher tentang Kritik Matan Hadits, Skripsi, UIN Riau, tahun 2010, Hal. 20, http://repository.uin-suska.ac.id/10449/  di unduh 29 November 2017 pukul 13.15 WIB
[4] Ada yang menyebutkan dengan istilah College of Science. Lihat Kamaruddin, Kritik M. Mustafa Azami Terhadap Pemikiran Para Orientalis tentang Hadis Rosulullah, Jurnal al-Tahrir Vol. 11 No. 1 tahun 2011 Hal. 220, http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/33/35 di unduh 21 November 2017 pukul 07.56 WIB
[5] Sri Satriani, Op. Cit. Hal. 21
[6] Umaiyatus Syarifah, Op. Cit. Hal. 224
[7] Kamaruddin, Op. Cit. Hal. 221
[8] Sri Satriani, Op. Cit. Hal 22
[9] Ibid, Hal 22-23

[11] H. Ali Mustofa Yaqub, MA, Imam Bukhori dan Metodologi kritik dalam Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus), 1991, hal. 2